Senin, 30 Mei 2016

Insiden Trisakti 1998

Insiden Trisakti 1998



Insiden Trisakti 1998 ialah peristiwa yang terjadi tanggal 12 Mei 1998, dimana mahasiswa Trisakti (di kampus Grogol - Jakarta Barat) melakukan aksi demonstrasi menuntut agar Presiden Suharto (pada waktu itu) turun dari jabatannya. Peristiwa ini mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan pihak aparat yang menewaskan 4 (empat) orang mahasiswa, dan 15 (lima belas) orang lainnya luka-luka.

Situasi dan kondisi pada saat itu dalam keadaan tidak stabil dimulai sejak perekonomian Indonesia mulai goyah awal tahun 1998, yang terpengaruh oleh krisis keuangan yang melanda Asia pada waktu itu.

Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung MPR/DPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.

Tanggal 12 Mei 1998, civitas akademika universitas Trisakti melakukan aksi damai dari gedung M (Syarif Thayeb) di kampus Trisakti - Grogol. Dimulai dengan pengumpulan segenap civitas akademika universitas Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas (universitas), dan karyawan yang berjumlah + 6.000 orang.

Mahasiswa memulai aksi mimbar bebas, yang diawali dengan acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu kebangsaan "Indonesia Raya", yang dikumandangkan bersama oleh para peserta mimbar bebas. Kemudian dilanjutkan dengan acara "mengheningkan cipta" sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia pada saat itu.

Aksi mimbar bebas dan orasi yang dilakukan oleh pihak dosen, karyawan, maupun mahasiswa Trisakti tersebut pada awalnya berjalan dengan tertib dan lancar.

Kemudian para mahasiswa ini berencana untuk melanjutkan aksi orasi mereka ke gedung MPR/DPR di Senayan. Mahasiswa hendak melakukan aksi "long march" menuju gedung MPR/DPR.

Massa mahasiswa keluar dari pintu gerbang di Jl. S. Parman, melewati kampus Universitas Tarumanegara, lalu aksi "long march" massa mahasiswa ini terhambat oleh barikade dari aparat pemerintah di depan kantor Walikota Jakarta Barat (pada waktu itu). Aparat "Pengendalian Massa" (Dalmas) menahan gerak maju massa mahasiswa. Sementara masyarakat pun telah tergabung dengan massa mahasiswa.

Perwakilan dari Senat Mahasiswa Universitas Trisakti melakukan negosiasi dengan pihak aparat pemerintah, bahwa mereka hendak melakukan aksi damai (orasi) di depan gedung MPR/DPR- Jakarta. Namun keinginan mahasiswa ini ditolak oleh pihak aparat, dengan alasan kemungkinan akan menimbulkan kemacetan lalu-lintas di jalan raya, dan dikhawatirkan pula massa demonstran ini akan melakukan aksi anarkisme.

Massa duduk. Situasi tenang tanpa ketegangan antara pihak aparat dengan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan bunga mawar kepada barisan aparat.

Acara mimbar bebas dan orasi yang dilakukan di jalan raya ini, diteruskan dengan menyanyikan yel-yel maupun lagu-lagu perjuangan. Hujan sempat turun mengguyur kerumunan massa demonstran. Namun hujan turun tersebut tidak membuat massa bergeming dan bubar dari barisan.

Namun pada akhirnya, ada pula kelompok masyarakat yang bubar, dan massa mahasiswa yang bergerak mundur kembali ke kampus.

Hasil negosiasi dengan pihak aparat, dan setelah dibujuk oleh pihak dosen kampus, massa mahasiswa kemudian mundur kembali ke dalam kampus. Mahasiswa bergerak masuk ke dalam kampus dengan tenang. Mahasiswa kemudian hendak membubarkan diri secara perlahan-lahan dan tertib di kampus. Saat itu hujan turun dengan deras.

Di dalam aksi demonstrasi pada waktu itu, terdapat aksi "provokasi" yang dilakukan oleh orang yang mengaku "alumni" mahasiswa (namun sebenarnya tidak tamat).

Aksi "provokasi" di dalam suatu aksi demonstrasi biasanya dapat memancing konflik antara pihak demonstran dengan aparat.

Akhirnya pihak mahasiswa diminta untuk mundur dan membubarkan diri dari kerumunan aksi massa, sebagai peringatan terakhir dari kelompok aparat; dikarenakan hari telah menjelang sore, sehingga tidak memungkinkan lagi bagi mahasiswa untuk melanjutkan aksi "long march" menuju gedung MPR/DPR di Senayan pada sore itu. Dan seharusnya mahasiswa dapat menutup kegiatan hari itu karena hari telah menjelang sore; dan melanjutkan kembali aksi demonstrasi mereka itu pada hari-hari selanjutnya.

Melihat mahasiswa yang tidak segera membubarkan diri, sedangkan aktifitas kegiatan ibukota pada hari itu telah habis, pihak aparat kemudian membubarkan kerumunan massa mahasiswa dengan menembakkan gas air mata. Tembakan gas air mata dari pihak aparat itu membuat massa panik dan berhamburan ke dalam kampus.

Pihak aparat "Pengendalian Massa" dilaporkan melakukan pemukulan dengan tongkat rotan, pemukulan dengan popor senapan, penendangan terhadap mahasiswa, sehingga banyak mahasiswa yang jatuh tersungkur, dan korban yang jatuh tergeletak di tanah kemudian diinjak-injak oleh pihak aparat. Pihak aparat juga dilaporkan melakukan pengejaran terhadap para mahasiswi, sehingga membuat demonstran mahasiswi ini menjadi berteriak-teriak histeris dan panik.

Pihak aparat kemudian akhirnya membuat "formasi siap menembak dua baris" (jongkok dan berdiri), lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus. Pihak aparat mengakui bahwa mereka melakukan tembakan peringatan dan tembakan pantulan ke arah tanah, agar pihak demonstran dapat membubarkan diri.

Dari tembakan pantulan ke arah tanah tersebut, tercatat 15 (lima belas) orang cidera terkena peluru karet. Dan jatuh korban tewas akibat pantulan peluru tajam ke bagian yang dianggap vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada.

Aksi demonstrasi mahasiswa Trisakti yang menuntut agar Presiden Suharto (pada waktu itu) turun dari jabatannya, menewaskan 4 (empat) orang mahasiswa Trisakti akibat terkena pantulan peluru tajam.

Mereka yang tewas adalah :

  1. Elang Mulia Lesmana (lahir tahun 1978);
  2. Heri Hentanto (lahir tahun 1977);
  3. Hafidin Royan (lahir tahun 1976);
  4. Hendriawan Sie (lahir tahun 1975).

Sementara korban yang luka-luka dibawa dan mendapat perawatan di Rumah Sakit Sumber Waras.


Mahasiswa yang lain berlarian kembali ke dalam ruang kuliah, ataupun tempat-tempat yang dirasa aman seperti musholla, dan dengan segera memadamkan lampu untuk sembunyi. Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar dari ruangan.


Lalu dilakukan dialog antara pihak kampus dengan pihak aparat untuk meminta kepastian pemulangan mereka ke rumah masing-masing. Mahasiswa dapat pulang dengan syarat, pulang dengan cara keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman.


© Bambu Kuning 158

0 komentar:

Posting Komentar