Rabu, 13 Juli 2016
Sejarah Partai Politik di Indonesia
Partai Politik lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik.
Dalam hal ini partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak.
Partai politik dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat.
Partai politik adalah sebuah SPV (Special Purpose Vehicle) yang dapat mengakomodasi aspirasi-aspirasi dari anggota-nya yang akan direalisasikan ke dalam bentuk program kerja.
Dengan memahami sejarah, akan berguna sebagai "kaca benggala" bagi masa yang akan datang.
Orang pandai sering berkata bahwa hari ini adalah produk hari kemarin, dan yang akan mempengaruhi hari esok.
Masa kolonial Hindia Belanda.
Tanggal 20 Mei 1908, dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan organisasi "Budi Utomo". Organisasi "Budi Utomo" ini pada awalnya dibentuk hanya sebagai organisasi sosial, namun jati dirinya merupakan cikal bakal berdirinya partai politik di era pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda hanya memperbolehkan organisasi kemasyarakatan yang memposisikan diri dalam perjuangan di bidang pendidikan dan pengajaran.
Pada zaman penjajah Belanda, partai-partai politik tidak dapat hidup tentram. Tiap partai yang bersuara menentang atau bergerak tegas akan segera dihadang, pemimpinnya ditangkap dan dipenjarakan atau diasingkan.
Tahun 1911, H. Samanhudi mendirikan SDI (Sarekat Dagang Islam), sebagai organisasi untuk mengejar perbaikan nasib rakyat Indonesia di daerah jajahan Hindia Belanda.
Tahun 1912, H. Umar Said Cokroaminoto membentuk "Sarekat Islam" (SI). Organisasi "Sarekat Islam" (SI) hendak meluaskan perjuangan tidak terbatas pada bidang ekonomi saja.
Partai politik yang pertama di Indonesia adalah "De Indische Partij", didirikan tanggal 25 Desember 1912 oleh Edward Dowes Dekker, Ki Hajar Dewantara, dan dr. Cipto Mangunkusumo.
"De Indische Partij" adalah partai politik yang pertama di Indonesia, didirikan di kota Bandung, tanggal 25 Desember 1912. Tiga serangkai : 1.dr. Setiabudi, 2.dr. Cipto Mangunkusumo, 3.Ki Hajar Dewantara, mendirikan "De Indische Partij" ini dengan tujuan agar bangsa Indonesia lepas dari penjajahan Belanda. Partai ini hanya berusia 8 bulan karena ketiga pemimpinnya dibuang ke Kupang, Banda, dan Bangka, kemudian diasingkan ke Belanda.
Setelah "De Indische Partij" dibubarkan, pemerintah Hindia Belanda mendirikan "Volksraad" (Dewan Rakyat) yaitu sejenis lembaga legislatif pemerintah kolonial Hindia Belanda yang melibatkan perwakilan dari kaum pribumi di Indonesia.
Tanggal 9 Mei 1914, berdiri ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging), dalam sebuah rapat di gedung Marine - Surabaya, yang dihadiri sekitar 30 orang kaum sosial-demokrat Hindia Belanda. ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) didirikan oleh Henk Sneevliet yang bernama lengkap Hendricus Franciscus Marie Sneevliet.
Tahun 1919, lahir partai-partai politik baru yakni :
- Partai Nasional Indonesia (PNI);
- Partai Indonesia Raya (Parindra);
- Dan lain sebagainya.
Partai-partai ini bertujuan untuk melakukan pegerakan ke arah Indonesia merdeka. Mereka melihat kemerdekaan sebagai hak setiap orang.
Tanggal 23 Mei 1920 dalam kongres di Semarang, ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) berubah nama menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia).
Tahun 1939, partai-partai milik kaum pribumi bergabung ke dalam suatu "Gabungan Politik Indonesia" (GAPI). Hal ini secara tidak langsung merupakan pembentukan suatu fraksi kaum pribumi di dalam "Volksraad" (Dewan Rakyat), yaitu dewan legislatif yang didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Masa pendudukan Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang, semua kegiatan partai politik dilarang. Hanya golongan Islam yang diberi kebebasan untuk membentuk partai "Masyumi" (Partai "Majelis Syuro Muslimin Indonesia").
Namun sempat disetujui oleh pemerintah pendudukan Jepang, berdirinya partai politik bernama "Putera" (Pusat Tenaga Rakyat). Pada organisasi "Pusat Tenaga Rakyat" (Putera) ini dibentuk pimpinan "Empat serangkai" yaitu : 1.Ir.Sukarno, 2.Drs. Mohammad Hatta, 3.Ki Hajar Dewantara, 4.K.H. Mas Mansyur. Partai ini didirikan dengan tujuan untuk mendukung propaganda "3A" Jepang, yaitu :
- Nippon Cahaya Asia;
- Nippon Pelindung Asia;
- Nippon Pemimpin Asia.
Namun organisasi "Putera" ini dibubarkan, karena dinilai tidak efektif oleh pemerintah pendudukan Jepang. Dan diganti dengan organisasi "Jawa Hokokai" (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa) dengan Gunseikan sebagai pemimpinnya, dan Ir.Sukarno sebagai penasehat utamanya.
Masa Orde Lama.
Setelah masa Indonesia merdeka, pada masa Orde Lama tahun 1950-1959 sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik. Pemilihan umum tahun 1955 melahirkan 4 partai besar, yaitu :
- Partai Nasional Indonesia (PNI);
- Partai Nahdlatul 'Ulama (Partai NU);
- Partai Masyumi (Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia);
- Partai Komunis Indonesia (PKI).
Masa Orde Baru.
Memasuki masa Orde Baru (1965-1998), partai politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai politik, yaitu :
- Partai Persatuan Pembangunan (PPP);
- Golongan Karya (Golkar);
- Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Era Reformasi.
UUD 1945 Hasil Amandemen pada pasal 6A menyatakan bahwa :(1). Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2). Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Maka lahirlah banyak partai politik-partai politik baru pada masa Reformasi, untuk mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, juga pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Salah satu partai politik yang lahir pada masa Reformasi adalah Partai Demokrat. Di dalam sebuah sumber dikatakan bahwa "Partai Demokrat" lahir karena adanya keinginan untuk memperbaiki bangsa yang sedang dilanda krisis multidimensi, karena partai politik yang berkuasa sebelumnya dianggap gagal.
Hakikat Reformasi di Indonesia adalah terwakilinya partisipasi penuh kekuatan-kekuatan masyarakat yang disalurkan melalui partai politik sebagai "Pilar Demokrasi".
Besarnya peran partai politik dalam pemerintah, keberadaan partai politik sangat erat dengan kiprah para elit politik, menggerakkan massa politik, dan kian mengkristalnya kompetensi memperebutkan sumber daya publik.
Lahirnya UU No.23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden langsung, menyatakan bahwa : "Presiden dan Wakil Presiden dipilih setiap 5 tahun sekali melalui pemilihan yang dilaksanakan secara "Luber" (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia) serta "Jurdil" (Jujur dan Adil) yang diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum."
Salah satu wujud dari kedaulatan rakyat di Era Reformasi adalah penyelenggaraan pemilihan umum baik untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang semuanya dilaksanakan menurut undang-undang sebagai perwujudan negara hukum dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Demikian sejarah singkat partai politik di Indonesia ini ditulis. Semoga dapat bermanfaat. Wassalam.
Penulis,
© Bambu Kuning 158
Republik
Parthenon |
Plato membagi masyarakat menjadi 3 golongan :
a. Golongan Pemerintah atau Filsuf.
Golongan penguasa ini merupakan orang terpilih yang paling cakap dari kelas "Guardian". Golongan pemerintah ini bertugas membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya, juga memperdalam ilmu pengetahuan dengan segala kebijaksanaannya.
b. Golongan Pengusaha.
Golongan pengusaha ini lebih bergerak dalam bidang perekonomian dan berproduksi, namun tidak memerintah.
c. Golongan Cerdik Pandai.
Golongan cerdik pandai ini diberi makan, dan dilindungi oleh pemerintah. Juga mereka dapat masuk ke dalam golongan yang memerintah (pemerintahan).
Demikian tulisan mengenai "Alam Fikiran Yunani" ini berakhir,
Twitter : @istiqamah158
Keadilan Sosial
Bagi Plato, kepentingan masyarakat (kepentingan bersama) harus lebih diutamakan daripada kepentingan individu / kepentingan pribadi / kepentingan golongan.
Pada saat itu (periode pengajaran Plato di Athena), kesenjangan sosial ekonomi antara si kaya dan si miskin amatlah mencolok.
Mengenai keadilan sosial, Plato melarang adanya :
- Hak milik dan nepotisme.
- Hak memiliki harta kekayaan, seperti emas dan benda berharga.
- Hak properti, seperti rumah mewah, dan villa atau bungalow yang biasanya dimiliki oleh golongan kaum bangsawan.
- Bahkan Plato berpendapat bahwa seorang anak keturunan Yunani yang baru lahir dari ibunya adalah milik negara, dan harus dipelihara oleh negara. Sehingga anak tersebut dapat ditempa menjadi aset negara, yang kelak akan mengisi golongan aristokrat, golongan pemerintah, dan golongan lain yang menjadi keperluan pemerintah.
Plato mengemukakan bahwa hak milik akan mengurangi dedikasi dan loyalitas seseorang pada kewajibannya sebagai anggota masyarakat.
Namun pembatasan atas hak milik ini, hanya dibebani kepada golongan kelas penguasa saja. Sedangkan kelas pekerja diperbolehkan mempunyai hak milik pribadi, dikarenakan merekalah yang menghidupi kelas lainnya (aparatur pemerintah, dan sebagainya), dan tugas mereka adalah untuk menyelenggarakan produksi perekonomian.
Plato adalah filsuf yang tidak men-diskriminasi wanita. Dia adalah pelopor dalam mendukung emansipasi wanita. Plato yang pertama kali mengusulkan bahwa wanita mempunyai hak pilih di dalam pemilihan umum.
Tulisan ini bersambung pada judul : "Republik".
Twitter : @istiqamah158
Pendidikan Anak
Menurut Plato, anak usia 10 tahun ke atas menjadi urusan negara.
Dasar utama pendidikan anak-anak adalah "Gymnastic" (senam) dan musik, selain diberikan pelajaran membaca, menulis, dan berhitung.
Senam dianggap dapat menyehatkan badan dan pikiran. Maka tak heran tak lama kemudian muncul pepatah : "Mensana incorpore sanno", yang artinya "Di dalam Jiwa yang Sehat terdapat Pikiran yang Kuat".
Anak umur 14-16 tahun diajarkan bermain musik, puisi serta mengarang, untuk menanamkan jiwa yang halus, budi yang halus; dengan menjauhkan lagu-lagu yang melemahkan jiwa, serta mudah menimbulkan nafsu buruk.
Anak usia 16-18 tahun diberikan pelajaran matematika, untuk membimbing jalan pikiran, selain diajarkan dasar-dasar agama, serta adab kesopanan (etika). Karena negara dan bangsa tidak akan kuat jika tidak percaya kepada Tuhan.
Pada awal usia 20 tahun, diadakan seleksi yang lebih tinggi untuk mengikuti pendidikan mengenai adanya "Idea" dan "Dialektika". Dan mereka mendapat kesempatan untuk memangku jabatan yang lebih tinggi.
Tulisan ini bersambung pada bagian : "Keadilan Sosial".
Twitter : @istiqamah158
Alam Fikiran Yunani
Plato |
Plato
Plato adalah seorang filsuf dari Yunani. Plato lahir di Athena. Dia adalah murid dari Socrates, dan guru dari Aristoteles. Plato adalah salah satu murid Socrates yang paling dekat dengan sang guru. Ketika gurunya dihukum mati oleh pengadilan negara, pelaksanaan hukuman mati tersebut membuat Plato membenci pemerintahan demokratis.
Pemikiran Plato banyak terpengaruh oleh Socrates. Salah satunya mengenai konsep "Idea". "Idea" dapat dideskripsikan sebagai "Alam Fikiran Yunani".
Bangsa Yunani sedang mengalami perang besar pada waktu itu, yakni perang yang melibatkan Athena dengan Sparta yang dikenal dengan perang Peloponnesos. Konflik di dalam negeri, akhirnya membuat Plato memutuskan untuk berkelana meninggalkan Athena. Dia berkelana dari Sicilia dan Italia, bahkan kabarnya dia berkelana hingga Afrika, Mesir, dan Timur Tengah.
Parthenon |
Setelah itu, dia kembali lagi ke Athena. Di Athena, dia mendirikan sebuah akademi yang dinamakan "Academica". Akademi yang dia beri nama "Academica" itu tidak sekedar untuk pengembangan ilmu pengetahuan, namun juga diharapkan menjadi pabrik pembentukan dan penempaan orang-orang yang dapat membawa perubahan bagi Yunani. Lembaga pendidikan ini diharapkan dapat membentuk manusia yang berpengetahuan yang didapatkan dengan cara apapun, dan dilakukan atas nama negara, dalam rangka mencapai kebajikan.
Beberapa sumber mengatakan bahwa Plato meninggal dalam keadaan menulis (menulis merupakan kegemaran Plato). Plato menulis tak kurang dari tiga puluh enam buku. Karya Plato yang paling terkenal adalah "Republik".
Dalam karyanya, Plato menyatakan bahwa "Republik" arti sebenarnya adalah "Konstitusi", dalam pengertian suatu jalan / cara bagi individu-individu dalam berhubungan dengan sesamanya dalam pergaulan hidup bermasyarakat.
Plato juga berbicara mengenai keseimbangan. Keseimbangan menurut Plato berarti seseorang membatasi dirinya pada kerja, dan tempat hidup, yang sesuai dengan panggilan kecakapan dan kesanggupannya.
Plato juga berbicara mengenai negara ideal. Menurut Plato, negara ideal itu adalah negara yang menganut prinsip kebajikan. Menurut dia, negara yang baik itu adalah negara yang berpengetahuan, dimana negara tersebut dipimpin oleh orang yang bijak (The Philosoper "King").
Negara yang bijak itu dipimpin oleh golongan aristokrat, yang bukan diukur dari takaran kualitas, yaitu pemerintah yang digerakkan oleh putera terbaik dan terbijak dalam negeri itu. Golongan aristokrat ini bukan dipilih melalui pemungutan suara, melainkan dipilih lewat proses keputusan bersama.
Golongan masyarakat yang sudah menjadi penguasa dinamakan "Guardian". Golongan "Guardian" ini harus menambah orang-orang yang sederajat, semata-mata atas dasar pertimbangan kualitas.
Untuk mewujudkan negara ideal, hanya mungkin diwujudkan berdasar budi pekerti penduduknya. Dan untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu diadakan pendidikan yang diatur sedemikian rupa oleh negara.
Tulisan ini bersambung pada judul : "Pendidikan Anak".
Twitter : @istiqamah158
Hukum Socrates
Hingga saat ini, belum ada kesepahaman dari para ahli mengenai pengertian hukum. Telah banyak para ahli dan sarjana hukum yang mencoba untuk memberikan pengertian atau definisi hukum, namun belum ada satupun ahli atau sarjana hukum yang mampu memberikan pengertian hukum yang dapat diterima oleh semua pihak.
Hukum mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam masyarakat. Peraturan berisikan perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak bersinggungan dan merugikan kepentingan umum.
Peraturan hukum ditetapkan oleh lembaga atau badan yang berwenang untuk itu. Peraturan hukum tidak dibuat oleh setiap orang, melainkan oleh lembaga atau badan yang memang memiliki kewenangan untuk menetapkan suatu aturan yang bersifat mengikat bagi masyarakat luas.
Penegakan aturan hukum bersifat memaksa. Peraturan hukum dibuat bukan untuk dilanggar, namun untuk dipatuhi. Untuk menegakkannya diatur pula mengenai aparat yang berwenang untuk mengawasi dan menegakkannya, sekalipun dengan tindakan yang represif.
Hukum memiliki sanksi, dan setiap pelanggaran atau perbuatan melawan hukum akan dikenakan sanksi yang tegas. Sanksi juga diatur dalam peraturan hukum.
Dewi Keadilan |
Macam-macam ilmu hukum :
* Hukum Adat : seperangkat norma dan aturan adat / kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah.
* Hukum Agama : sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam kitab suci.
* Hukum Pidana adalah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan-perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang-undangan, dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya.
Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan, yaitu :
- Kejahatan.
- Pelanggaran.
"Kejahatan" adalah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat.
Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa, dan lain sebagainya.
"Pelanggaran" adalah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain.
* Hukum Perdata adalah hukum sipil. Contoh hukum perdata, antara lain : hukum perikatan, hukum harta benda, hukum waris, dan lain-lain.
* Hukum Acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara dan siapa yang berwenang untuk menegakkan hukum material, dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hukum material.
Hukum Acara harus dikuasai terutama oleh "Lima Pilar Penegak Hukum", yaitu :
- Kuasa Hukum (Advokat).
- Polisi (Bhayangkara).
- Jaksa (Adhiyaksa).
- Hakim (Yustisia).
- Petugas Lembaga Permasyarakatan (Pengayoman).
Tugas pokok Polisi (Bhayangkara) menurut hukum acara pidana adalah terutama melaksanakan tugas:
- Penyelidikan.
- Penyidikan.
Yang menjadi tugas Jaksa adalah :
- Penuntutan.
- Pelaksanaan Putusan Hakim.
Advokat berkuasa untuk :
- Mengajukan gugatan, kepada sidang pengadilan.
- Mewakili dan membela terdakwa dalam proses pendampingan dan pengadilan.
Hakim bertugas untuk :
- Memeriksa gugatan.
- Memutus suatu perkara (Vonis Pengadilan).
Twitter : @istiqamah158
Socrates
Socrates adalah seorang filsuf dari Athena, Yunani. Socrates lahir di Athena. Bapaknya berprofesi sebagai seorang pemahat patung dari batu, dan ibunya berprofesi sebagai seorang bidan.
Dari sinilah Socrates menamakan metodanya dalam berfilsafat dengan metoda kebidanan.
- Socrates adalah guru Plato.
- Plato adalah murid Socrates, dan guru Aristoteles.
- Aristoteles adalah murid Plato.
Semasa hidupnya, Socrates tidak pernah meninggalkan karya tulisan apapun, sehingga sumber utama mengenai pemikiran Socrates berasal dari tulisan muridnya, Plato.
Socrates dikenal sebagai seorang yang berpakaian sederhana, tanpa alas kaki, dan berkeliling mendatangi masyarakat Athena berdiskusi masalah filsafat.
Dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijaksana oleh masyarakat, dan dia ajak berdiskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan.
Metoda filsafat inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran seorang bayi, dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya ilmu pengetahuan melalui diskusi yang panjang dan mendalam.
Masa hidup Socrates berujung dengan kematian, melalui peradilan. Socrates wafat dalam usia tujuh puluh tahun, dengan cara meminum racun, sebagaimana keputusan yang diterimanya dari pengadilan.
Twitter : @istiqamah158
Pro-Reformasi 1998
Tanggal 11 Maret 1966, Presiden Republik Indonesia kedua Bapak Haji Muhammad Suharto menerima "Surat Perintah Sebelas Maret" atau yang disingkat sebagai "Supersemar". Beliau berkuasa selama 32 tahun.
Pada awal tahun 1998, perekonomian Indonesia mulai terpuruk sejalan dengan krisis keuangan yang melanda Asia pada saat itu. Stabilitas politik dan ekonomi keuangan inilah yang membuat mahasiswa Indonesia kembali mengulangi aksi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) yang pernah sukses pada tahun 1966.
Mahasiswa Universitas Trisakti pun ikut berdemo, mereka melakukan aksi demonstrasi mahasiswa pada tanggal 12 Mei 1998. Aksi demonstrasi mahasiswa Universitas Trisakti ini berujung dengan tewasnya 4(empat) orang rekan mahasiswa dan 15(lima belas) orang lainnya yang luka-luka. Diantara rekan mahasiswa yang tewas tercatat nama : "Elang Mulia Lesmana" - dkk.
Pepatah mengatakan : "Esa hilang, dua terbilang. Patah tumbuh, hilang berganti. Gugur satu, tumbuh seribu."
Tewasnya rekan mahasiswa yang bernama : "Elang Mulia Lesmana" - dkk ini, bukan membuat aksi demonstrasi mahasiswa Indonesia yang pada saat itu bernama : "Pro-Reformasi" berakhir dan padam, namun justru menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa selama 32 tahun.
Tanggal 21 Mei 1998, Presiden Suharto mengumumkan lewat konferensi pers : beliau berpendapat bahwa beliau sudah tidak dapat melanjutkan kembali tugas beliau sebagai Presiden mandataris MPR. Maka dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden tersebut, beliau menyatakan diri untuk berhenti, dari jabatan beliau sebagai Presiden Republik Indonesia pengemban mandataris MPR. "Lengser keprabon, mendeg pandhito."
Sejak saat itu (tanggal 21 Mei 1998), dimulailah "Era Reformasi" di negeri kita ini.
Atas dasar itulah, maka Bambu Kuning 158 membuat Blog : "Pro-Reformasi 1998" ini.
Terima kasih telah mengunjungi blog saya. Apabila ada pertanyaan terhadap artikel yang saya buat, ataupun Anda ingin berbincang dengan saya, silahkan pilih salah satu kontak yang dapat Anda hubungi saat ini. Kontak saya :
- Twitter : @istiqamah158
- Facebook : https://www.facebook.com/arief.mirza.984
- E-mail : ariefmirza780@gmail.com
Wassalam,
© Bambu Kuning 158
Senin, 04 Juli 2016
Cuplikan UU No.3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
Bahwa Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bahwa Pemilihan Umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga permusyawaratan / perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penyusunan tata kehidupan negara yang dijiwai semangat Pancasila dan UUD 45 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahwa untuk lebih mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat dan dengan telah dilakukannya penataan undang-undang di bidang politik, perlu menata kembali penyelenggaraan pemilihan umum secara demokratis dan transparan, jujur dan adil, dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia.
pasal 1
- Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
- Pemilihan Umum diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil, dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia.
- Pemilihan Umum dilaksanakan setiap 5(lima) tahun sekali pada hari libur atau hari yang diliburkan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Pemilihan Umum dilaksanakan untuk memilih anggota DPR, DPRD tingkat I, dan DPRD tingkat II.
- Pemilihan Umum juga untuk mengisi keanggotaan MPR.
- Pemberian suara dalam pemilihan umum adalah hak setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk memilih.
- Pemilihan Umum dilaksanakan menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar.
pasal 8
- Penanggung jawab pemilihan umum adalah Presiden.
- Penyelenggaraan pemilihan umum dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur-unsur partai politik peserta pemilihan umum dan pemerintah yang bertanggung jawab kepada Presiden.
- Komisi Pemilihan Umum berkedudukan di ibukota negara.
- Pembentukan Komisi Pemilihan Umum diresmikan dengan Keputusan Presiden.
Bab V : Hak memilih
pasal 28
Warga negara yang pada waktu pemungutan suara untuk pemilihan umum sudah berumur 17(tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
pasal 29
Untuk dapat menggunakan hak memilih seorang warga negara harus terdaftar sebagai pemilih.
pasal 30
Anggota ABRI tidak menggunakan hak memilih.
Bab VI : Pendaftaran pemilih
pasal 32
- Pemberian suara merupakan hak warga negara yang berhak memilih.
- Pendaftaran pemilih di tempat yang ditentukan, dilakukan secara aktif oleh pemilih dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk atau bukti diri lainnya yang sah.
- Untuk desa / kelurahan yang secara geografis sulit dijangkau oleh pemilih dan/atau kondisi masyarakatnya masih sulit berprakarsa untuk mendaftarkan diri, Panitia Pemungutan Suara berkewajiban aktif melakukan pendaftaran pemilih yang bersangkutan.
- Penentuan jadwal waktu dimulai dan berakhirnya pendaftaran pemilihan umum ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum.
pasal 33
Pendaftaran pemilihan umum dilakukan dengan mencatat data pemilih dalam daftar pemilih.
pasal 34
Pemilih yang namanya telah dicatat dalam daftar pemilih diberi bukti pendaftaran yang berlaku sebagai surat panggilan.
pasal 36
- Seorang pemilih hanya dapat didaftar dalam satu daftar pemilih.
- Apabila seorang pemilih mempunyai lebih dari satu tempat tinggal, pemilih tersebut harus menentukan satu diantaranya untuk ditetapkan sebagai tempat tinggal yang tetap.
- Apabila kemudian ternyata pemilih tersebut dengan sengaja mendaftarkan diri lebih dari satu daftar pemilih, maka pemilih yang bersangkutan kehilangan hak pilihnya.
Bab VII : Syarat keikutsertaan dalam pemilihan umum.
pasal 39
1. Partai politik dapat menjadi peserta pemilihan umum apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Diakui keberadaannya sesuai dengan undang-undang tentang partai politik.b. Memiliki pengurus di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.
c. Memiliki pengurus di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah kabupaten / kota di provinsi.
d. Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik.
2. Partai politik yang telah terdaftar, tetapi tidak memenuhi persyaratan, tidak dapat menjadi peserta pemilihan umum, namun keberadaannya tetap diakui selama partai tersebut melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang partai politik.
3. Untuk dapat mengikuti pemilihan umum berikutnya, partai politik harus memiliki sebanyak 2% dari jumlah kursi DPR atau memiliki sekurang-kurangnya 3% jumlah kursi DPRD I atau DPRD II yang tersebar sekurang-kurangnya di 1/2 jumlah kabupaten / kota seluruh Indonesia berdasarkan hasil pemilihan umum.
4. Partai politik peserta pemilihan umum yang tidak memenuhi ketentuan, tidak boleh ikut dalam pemilihan umum berikutnya, kecuali bergabung dengan partai politik lain.
5. Pendaftaran partai politik untuk menjadi peserta pemilihan umum, diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum.
pasal 40
Partai politik peserta pemilihan umum tidak boleh menggunakan nama dan tanda gambar yang sama atau mirip dengan :
a. Lambang negara Republik Indonesia.b. Lambang negara asing.
c. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia Sang Merah Putih.
d. Bendera kebangsaan negara asing.
e. Gambar perseorangan.
f. Tanda gambar partai politik yang telah ada.
Bab VIII : Hak dipilih dan pencalonan.
pasal 41
1. Setiap partai politik peserta pemilihan umum dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD I, DPRD II untuk setiap daerah pemilihan.
4. Calon-calon yang diajukan oleh masing-masing partai politik mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
5. Penyusunan daftar calon anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II dilakukan secara demokratis oleh DPP partai politik dengan memperhatikan sungguh-sungguh usulan tertulis dari pimpinan partai politik di daerah tingkat II.
6a. Daftar nama-nama calon anggota DPR diajukan oleh pimpinan pusat partai peserta pemilihan umum dengan menyebutkan daerah tingkat I dimana yang bersangkutan dicalonkan.
6b. Daftar nama-nama calon anggota DPRD I diajukan oleh pimpinan partai politik peserta pemilihan umum daerah tingkat I, dengan menyebutkan daerah tingkat II dimana yang bersangkutan dicalonkan.
6c. Daftar nama-nama calon anggota DPRD II diajukan oleh pimpinan partai politik peserta pemilihan umum daerah tingkat II, dengan menyebutkan wilayah kecamatan dimana yang bersangkutan dicalonkan.
pasal 42
Anggota ABRI tidak menggunakan hak untuk dipilih.
© Bambu Kuning 158
Rabu, 01 Juni 2016
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki "Visi" :
"Terwujudnya komisi pemilihan umum sebagai penyelenggara pemilihan umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan akuntabel, demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki "Misi", antara lain :
- Membangun lembaga penyelenggara pemilihan umum yang memiliki kompetensi, kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan pemilihan umum.
- Menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel, edukatif dan beradab.
- Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum yang bersih, efisien, dan efektif.
- Melayani dan memperlakukan setiap peserta pemilih secara adil dan setara, serta menegakkan peraturan pemilihan umum secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan UU No.3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum pada pasal 10, KPU (Komisi Pemilihan Umum) mempunyai tugas dan kewenangan :
- Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan pemilihan umum;
- Menerima, meneliti dan menetapkan Partai Politik yang berhak sebagai peserta pemilihan umum;
- Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) dan mengkoordinasikan kegiatan pemilihan umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara (TPS);
- Menetapkan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat I, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat II untuk setiap daerah pemilihan;
- Menetapkan keseluruhan hasil pemilihan umum di semua daerah pemilihan untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat I (DPRD I), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat II (DPRD II);
- Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil pemilihan umum;
- Memimpin tahapan kegiatan pemilihan umum.
Berdasarkan UU No.22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, pada pasal 4, Susunan Organisasi Penyelenggara Pemilihan Umum adalah :
- Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia;
- Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi yang berkedudukan di ibukota provinsi;
- Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten/Kota yang berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota.
Untuk menghadapi pelaksanaan pemilihan umum, image KPU (Komisi Pemilihan Umum) harus diubah, sehingga KPU (Komisi Pemilihan Umum) dapat berfungsi secara efektif dan mampu memanfaatkan pelaksanaan pemilihan umum yang jujur dan adil.
Pelaksanaan pemilihan umum yang jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat.
Sifat mandiri, mensyaratkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dalam menyelenggarakan pemilihan umum bebas dari pengaruh pihak manapun.
Sebagai anggota KPU, integritas moral sebagai pelaksana pemilihan umum sangat penting, selain menjadi motor penggerak Komisi Pemilihan Umum juga membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat, karena didukung oleh personil yang jujur dan adil.
Demikianlah sekilas mengenai : definisi KPU; visi dan misi KPU; Tugas dan Kewenangan KPU; Susunan Organisasi Penyelenggara Pemilihan Umum; image KPU ke depan; dan integritas moral personil KPU.
Semoga bermanfaat. Wassalam.
Penulis,
© Bambu Kuning 158
Pemilihan Umum pertama di Indonesia
Kalau boleh dikatakan, Pemilihan Umum merupakan syarat minimal bagi adanya "demokrasi" di suatu negara. Dengan pemilihan umum, rakyat dilibatkan secara tidak langsung (melalui sistem perwakilan) dengan memilih wakil-nya untuk mengisi jabatan-jabatan politik (seperti "anggota legislatif" atau "kepala pemerintahan") yang akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan hidup masyarakat pada akhirnya.
Bangsa Indonesia pernah mengadakan "Pemilihan Umum" untuk yang pertama kali pada tahun 1995. Pemilihan Umum tahun 1955 tersebut menghasilkan 4(empat) partai besar yakni :
- PNI (Partai Nasional Indonesia);
- Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia);
- Partai NU (Nahdlatul Ulama);
- PKI (Parta Komunis Indonesia).
Sebelumnya, bangsa Indonesia pernah ingin mengadakan pemilihan umum pada bulan Januari 1946, pasca Indonesia merdeka. Namun pemilihan umum tahun 1946 ini tidak dapat dilaksanakan, karena beberapa faktor :
- Belum siapnya pemerintahan yang baru dibentuk. Boleh dikatakan pemerintahan Indonesia pada waktu itu baru lahir setelah Indonesia merdeka.
- Belum stabilnya kondisi pertahanan dan keamanan negara pada saat itu, karena pemerintah masih menghadapi perang fisik, perang revolusi kemerdekaan melawan Belanda (NICA, yakni "pemerintahan transisi" bentukan Belanda dengan nama "Pemerintahan Sipil Hindia Belanda"). Kondisi pertahanan dan keamanan negara pada saat itu belum stabil diakibatkan oleh konflik internal antar kekuatan politik yang ada, apalagi pada saat yang bersamaan gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain, para pemimpin politik lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi internal (antar kepentingan tokoh politik). Pemimpin politik pada saat itu mash disibukkan oleh urusan penyamaan visi dan misi politik perjuangan pada masa itu.
Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi kekuatan bangsa dan negara, serta perjuangan mengusir penjajah pada masa itu, pemerintah kemudian tidak berniat untuk menyelenggarakan suatu pemilihan umum. Ada indikasi kuat bahwa pemerintah punya keinginan politik untuk menyelenggarakan sebuah pemilihan umum. Misalnya, dengan dibentuknya UU No.27 tahun 1948 tentang Pemilihan Umum, yang kemudian diubah dengan UU No.12 tahun 1949 tentang Pemilihan Umum. Pada pemilihan umum awal tahun 1949 tersebut, masyarakat Indonesia waktu itu masih banyak yang buta huruf.
Masa berikutnya setelah pemilihan umum awal tahun 1949 ini, pada UUDS 1950 dalam pasal 57 menyatakan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih (langsung) oleh rakyat melalui pemilihan umum. Kemudian lahir payung hukum UU No.7 tahun 1953, yang menjadi payung hukum bagi Pemilihan Umum tahun 1955.
Pemilihan Umum tahun 1955 diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Pemilihan Umum tahun 1955 mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing.
Namun, sangat disayangkan pemilihan umum berikutnya tidak bisa dilanjutkan. Pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Dekrit Presiden itu mengakhiri proses pemilihan anggota legislatif melalui perwakilan suara rakyat lewat "Pesta Demokrasi". Dengan Dekrit Presiden itu, anggota 'konstituante' dipilih oleh Presiden. Mengutip istilah Prof. Ismail S., kekuasaan negara bukan lagi mengacu kepada "Democracy by Law", tetapi sudah kepada "Democracy by Decree". Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR ('konstituante'), dalam arti tanpa pemilihan langsung oleh publik. Hal ini dikarenakan di dalam pasal-pasal UUD 1945, tidak memuat klausul-klausul tentang cara memilih anggota legislatif (anggota MPR atau anggota DPR).
Akhir dari masa Orde Lama, Presiden Sukarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967, dengan Ketetapan MPRS : No.XXXIV/MPRS/1967. Masa jabatan Presiden Sukarno berakhir, setelah meluasnya dampak dari krisis politik, ekonomi, sosial pasca kudeta G 30 S / PKI.
Demikianlah tulisan ini mengenai : gagalnya pemilihan umum awal tahun 1946 setelah Indonesia merdeka; pemilihan umum tahun 1949, dimana masyarakat Indonesia masih banyak yang buta huruf; Pemilihan Umum tahun 1955; Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang memilih anggota 'konstituante' oleh Presiden; dan akhir masa jabatan Presiden Sukarno yang diberhentikan lewat Sidang Istimewa bulan Maret 1967, dengan Ketetapan MPRS : No.XXXIV/MPRS/1967.
Semoga secukil sejarah kilas-balik Pemilihan Umum di Indonesia ini dapat bermanfaat.
Wassalam.
Penulis,
© Bambu Kuning 158
Pemilihan Umum
Pemilihan Umum adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari Presiden, Wakil Rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pemilihan Umum dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti Ketua OSIS atau Ketua Kelas.
Pemilihan Umum merupakan sebuah proses pengambilan keputusan secara formal, dimana masyarakat memilih kandidat calon pemimpin pemerintahannya atau calon wakil legislatifnya untuk mengisi suatu jabatan politik tertentu, seperti Presiden, atau Wakil Rakyat (Anggota Legislatif).
Pemilihan Umum dapat juga dikatakan sebagai representasi untuk mengisi jabatan-jabatan di legislatif, eksekutif dan badan peradilan lain (kehakiman); baik untuk wilayah pemerintah lokal ataupun wilayah pemilihan yang lebih besar.
Pemilihan Umum juga dapat diartikan sebagai proses untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin, ataupun suatu proses guna pengambilan keputusan publik yang akan digunakan hasil ketetapan hukumnya (perundang-undangan, dan lain sebagainya) bagi masyarakat umum. Istilah "referendum" juga dapat dikatakan sebuah proses pengambilan keputusan untuk seluruh masyarakat, sebagai hasil permufakatan keputusan bersama.
Selain untuk organisasi pemerintahan, "pemilihan umum" juga dapat dimaknai sebagai proses pemungutan suara pada organisasi lain dalam bentuk organisasi bisnis maupun dalam bentuk organisasi-organisasi sosial dan kemasyarakatan lainnya.
Proses "Pemilihan Umum" adalah alat kelengkapan suatu pemerintahan yang demokratis. Pemilihan Umum pada mulanya terdapat di kota Athena, dimana jabatan-jabatan politik pada legislatif dan pemerintahan dipilih menurut pilihan rakyat.
Pemilihan Umum digunakan pertama kali dalam sejarah Yunani kuno maupun Romawi kuno, untuk memilih jabatan seperti "Kaisar Romawi" atau jabatan "Kardinal" ("Uskup Agung").
Dalam sejarah India, seorang raja dari golongan ksatria dapat dimungkinkan dipilih dan diangkat atas pertimbangan dari suatu badan sesepuh kerajaan. Walaupun "putra mahkota" adalah anak dari "raja" yang sedang berkuasa, namun golongan sesepuh (pinisepuh) kerajaan dapat memberikan pertimbangan guna pengangkatan seorang raja pengganti / pewaris tahta raja. Hal ini juga berlaku sampai etnis Benggali.
Pada kerajaan Cola, tokoh / wakil masyarakat Tamil dipilih melalui cara pemilihan umum, dengan cara memasukkan (memilih) daun palem yang bertuliskan nama calon kandidat ke dalam kantong pengumpul (yang disediakan oleh panitia). Lalu panitia mengumpulkan hasil penghitungan dari daun palem yang bertuliskan nama calon kandidat, dan mengumumkan hasil penghitungan untuk menentukan siapa yang berhak duduk dalam jabatan tokoh perwakilan masyarakat.
Pemilihan Umum merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tanpa memaksa), dengan melakukan komunikasi massa, lobi-lobi, pemaparan visi dan misi yang dibawa oleh kandidat, penyampaian janji-janji politik maupun rencana program kerja-program kerja untuk proyek pembangunan yang akan dilaksanakan apabila si-kandidat terpilih nantinya.
Dalam pemilihan umum, para pemilih di dalam pemilihan umum dinamakan "konstituen". Dan kepada "konstituen" inilah para calon kandidat dalam pemilihan umum menawarkan janji-janji politik dan program kerja-program kerjanya pada masa kampanye.
Masa kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Pada saat pemilihan umum akan diselenggarakan, kandidat diberikan kesempatan untuk mengadakan kampanye selama masa waktu tertentu, guna menyampaikan visi dan misi, juga janji-janji politik dan program kerja yang akan dilaksanakan apabila terpilih nantinya.
Di dalam jalannya pemilihan umum juga akan ditemui hambatan-hambatan, seperti : intimidasi-intimidasi yang dilakukan kepada salah satu calon kandidat yang dilakukan oleh lawan politiknya; dan kecurangan-kecurangan lain dalam menarik simpati masyarakat (misalnya, dengan menggunakan "money politic" atau "politik uang"); lawan politik juga kerap kali menggunakan "kampanye hitam" ("black campaign") guna meruntuhkan popularitas dan elektibilitas publik dari lawan politiknya; juga kecurangan-kecurangan dalam hal penghitungan suara (seperti, penggunaan kertas suara kosong yang menjadi sisa tidak terpakai untuk surat suara, yang telah disediakan oleh panitia pemilihan umum) atau lemahnya saksi pada tempat pemungutan suara.
Lemahnya transparansi debat antar-kandidat juga kerap ditemui pada area-area tertentu, seperti lemahnya informasi politik dan berita politik oleh media massa. (Hal ini dapat ditemui pada bangsa-bangsa yang masih rendah kesejahteraan penduduknya).
Proses atau metoda pemilihan umum dapat ditentukan sebelumnya, apakah akan menggunakan metode "voting" atau metode "aklamasi".
Setelah pemungutan suara selesai dilaksanakan, proses penghitungan suara segera dilakukan. Hasil perolehan atas pemenang proses pelaksanaan pemilihan umum, ditentukan oleh "aturan main" atau "sistem penentuan pemenang" yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Dalam proses ber-demokrasi, pemilihan umum dijadwalkan rutin untuk setiap kali dalam periode waktu tertentu. Di Amerika Serikat pada negara-negara bagiannya, pemilihan umum diadakan setiap tiga atau empat tahun sekali. "Dewan Perwakilan" Amerika Serikat (U.S. House of Representative) menjadwalkan pemilihan umum setiap dua tahun sekali.
Pemilihan umum guna memilih Presiden India dijadwalkan setiap lima tahun sekali; Presiden Rusia dan Presiden Finlandia dipilih setiap enam tahun sekali; Presiden Perancis dipilih setiap lima tahun sekali; dan Presiden Amerika Serikat dipilih setiap periode empat tahun sekali.
Demikianlah uraian singkat dari penulis, mengenai deskripsi tentang pemilihan umum; sejarah pemilihan umum di Yunani kuno, Romawi kuno, maupun di kerajaan India (Tamil dan Benggali); metode pemilihan apakah menggunakan metode "voting" atau metode "aklamasi"; penjelasan mengenai masa kampanye; hambatan-hambatan yang umumnya ditemui pada pemilihan umum; proses pemungutan suara; proses penghitungan hasil pemilihan umum; dan jadwal berkala pemilihan umum yang dilakukan secara rutin untuk setiap periode tertentu.
Semoga dapat bermanfaat. Wassalam.
Penulis,
© Bambu Kuning 158
Selasa, 31 Mei 2016
Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu "demos" yang berarti "rakyat", dan "kratos" yang berarti "kekuasaan". Apabila diartikan secara harfiah, demokrasi memiliki arti sebagai "kekuasaan rakyat".
Menurut Abraham Lincoln, pengertian demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Kata "demokrasi" pertama kali muncul pada mahzab politik dan filsafat Yunani kuno di kota ("polis") Athena. Warga kota Athena dipimpin oleh Cleisthenes, mendirikan sebuah "polis" Athena, yang hingga kini polis Athena dianggap sebagai negara demokrasi pertama. Cleisthenes disebut sebagai "Bapak Demokrasi" Athena.
Demokrasi Athena memiliki ciri utama yaitu didirikannya sebuah "Majelis Legislatif" yang terdiri dari semua warga Athena. Semua warga negara Athena yang memenuhi ketentuan boleh berbicara dan memberi saran di depan sidang "Majelis Legislatif", sehingga tercipta hukum di negara tersebut.
Pada masa sejarah Yunani kuno, masyarakat kota Athena yang masih sedikit menggunakan metoda demokrasi langsung, yakni masyarakat atau tokoh pemuka masyarakat dapat berbicara langsung di depan forum "Majelis Legislatif" untuk mengeluarkan aspirasinya.
Namun, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk di bumi, pada saat ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk menggunakan metoda demokrasi langsung, karena tidak efektif seluruh masyarakat berkumpul di dalam satu gedung. Saat ini yang proporsional ialah dengan menggunakan metoda tidak langsung atau demokrasi perwakilan, dimana hanya wakil dari elemen masyarakat yang dapat masuk sebagai perwakilan (wakil masyarakat) ke dalam gedung "Majelis Legislatif".
Dalam metoda demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih wakilnya (perwakilan) melalui kontes "Pemilihan Umum", untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi mereka, serta untuk ikut serta di dalam proses pengambilan keputusan (kebijakan) yang akan berdampak bagi kehidupan mereka.
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana semua warga negaranya memiliki hak yang setara di dalam proses pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi kebijakan negara dan dapat mengubah nasib hidup mereka ke arah yang lebih baik.
Di dalam negara yang menganut sistem demokrasi, rakyat memiliki kedaulatan dalam menentukan nasib mereka sendiri, dan dilibatkan aktif dalam berbagai keputusan penting.
Prinsip utama di dalam demokrasi adalah adanya pembatasan kekuasaan. Tidak ada satu orang pun yang memiliki kekuasaan yang absolut (absolute power).
Lord Acton mengatakan : "Manusia yang memiliki kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaannya, akan tetapi manusia yang memiliki kekuasaan absolut dan tak terbatas pasti akan menyalahgunakan kekuasaannya secara tak terbatas pula". (Power tends corrupt, but absolute power corrupt absolutely).
Demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. UNESCO melalui penelitiannya menemukan fakta bahwa demokrasi merupakan dasar dari bentuk pemerintahan yang dipakai oleh mayoritas negara-negara di dunia, pasca Perang Dunia II.
Ciri-ciri suatu pemerintahan yang demokratis :
- Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
- Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara, rakyatnya).
- Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
- Adanya lembaga perwakilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum.
- Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
- Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi, dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
- Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragaman (suku, agama, golongan, dan lain sebagainya).
Demikianlah secukil informasi mengenai demokrasi, tentang pembatasan kekuasaan, peran aktif masyarakat dalam keikutsertaan mengambil keputusan / kebijakan publik, sistem lembaga perwakilan sebagai suatu tatanan pemerintahan yang adil dan demokratis.
Semoga bermanfaat.
Penulis,
© Bambu Kuning 158
Legitimasi
Krisis moneter yang melanda Indonesia di tahun 1998, telah membuat perekonomian nasional terpuruk. Stabilitas sosial-politik goyang. Hal ini membuat kelompok mahasiswa yang pernah berjaya pada aksi demonstrasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) pada tahun 1966 dengan membawa tuntutan : "Tritura" - "Tiga Tuntutan Rakyat", kembali membuat aksi demonstrasi : "Pro-Reformasi", yang menganggap bahwa pemerintah telah menyengsarakan rakyat. Pemerintah telah dianggap gagal dalam misi menyejahterakan kehidupan rakyat. Aksi demonstrasi mahasiswa ini berhasil menumbangkan kekuasaan pemerintah yang telah berkuasa selama 32 tahun.
Tercatat nama : "Elang Mulia Lesmana" - dkk, mahasiswa Universitas Trisakti yang menjadi 'tumbal' bagi kebangkitan reformasi di Indonesia. Mahasiswa Indonesia menganggap kawan mereka : "Elang Mulia Lesmana" - dkk ini sebagai "Pahlawan Reformasi".
Lihat artikel : "Insiden Trisakti 1998".
Peribahasa mengatakan : "Esa hilang, dua terbilang. Patah tumbuh, hilang berganti. Gugur satu, tumbuh seribu".
Aksi mahasiswa Trisakti ini justru telah mengakhiri suatu masa pemerintahan yang telah berkuasa selama 32 tahun.
Masa telah berganti. Lalu, siapakah yang berhak melanjutkan 'tongkat estafet' kepemimpinan di Republik Indonesia tercinta ini ? Masyarakat bertanya, apa definisi 'pemerintah' yang sah untuk memerintah negeri ini ?
Tentu menurut teori politik, pemerintah yang berhak untuk memerintah suatu bangsa adalah pemerintah yang memperoleh "legitimasi" dari rakyat-nya. Pemerintah yang memperoleh "legitimasi" ini dianggap "sah" menurut hukum (perundang-undangan) yang berlaku di negeri tersebut.
Secara dasar, "legitimasi" adalah pihak yang memperoleh dukungan suara dari rakyat sebesar : 50 % + 1. Pihak (pemerintah) ini, yang telah memperoleh dukungan suara dari rakyat sebesar : 50 % + 1, adalah pemerintah yang "sah" menurut hukum. Dengan syarat, rakyat yang memilih telah mencapai 'quorum' atau telah mencapai minimal 2/3 (dua-per-tiga) dari jumlah total penduduk yang telah berhak memilih (telah terdaftar di dalam DPT : "Daftar Pemilih Tetap").
Di dalam kamus "Oxford Advanced Learner's Dictionary", legitimate ialah allowed and acceptable according to the law. Dengan kata lain legitimate adalah "legal" menurut hukum. ("the legitimate government of the country", pemerintah yang sah menurut hukum).
Legitimasi berarti seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin.
Dalam pemerintahan secara hukum berdasarkan putusan dari pengadilan, hubungan antara pemimpin dengan masyarakat yang dipimpin lebih ditentukan kepada kepatuhan dari masyarakat yang dipimpin apakah mau menerima atau menolak kebijakan yang diambil oleh sang pemimpin.
Di mata hukum, diatas sistem peradilan, legitimasi memiliki makna nilai / bobot kepatuhan dari si penerima putusan pengadilan terhadap hasil putusan yang dikeluarkan oleh pihak pengadilan.
Di dalam sebuah organisasi, Anggaran Dasar organisasi berfungsi sebagai dasar atas pengambilan sumber peraturan / hukum di dalam ruang lingkup rumah tangga organisasi tersebut.
Di dalam Anggaran Dasar suatu organisasi, dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi di dalam organisasi tersebut berada ditangan "Musyawarah Besar Anggota", yang dapat dilakukan setiap periode masa jabatan / kepengurusan tertentu (misal, lima tahun).
Di dalam Anggaran Dasar suatu organisasi dikatakan bahwa "Musyawarah Besar Anggota" adalah badan tertinggi di dalam organisasi tersebut.
Ada pula Anggaran Dasar suatu organisasi yang mengatakan bahwa kedaulatan tertinggi di dalam organisasi tersebut : berada sepenuhnya ditangan anggota, yang diwujudkan melalui bentuk sebuah Kongres.
Sedangkan di dalam Anggaran Dasar suatu perusahaan terbatas dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi perusahaan berada ditangan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), yang dapat dilakukan setiap periode tertentu.
Di dalam perseroan terbatas, struktur organisasi-nya terdiri atas : RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) adalah badan kekuasaan tertinggi di dalam sebuah perseroan terbatas. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dapat mengangkat atau memberhentikan Dewan Komisaris atau Dewan Direksi. RUPS dilaksanakan setiap periode tertentu.
Di dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dikatakan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Mari kita bandingkan dengan sistem pemerintahan suatu negara. Perseroan Terbatas (PT) merupakan perusahaan yang oleh Undang-Undang dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Sebuah sistem pemerintahan atau sebuah negara juga merupakan sebuah badan hukum. Sebuah negara adalah sebuah badan hukum yang didirikan oleh rakyatnya guna menjalankan roda pemerintahan.
Abraham Lincoln mengatakan bahwa : Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu "demos" yang berarti "rakyat", dan "kratos" yang berarti "kekuasaan". Jadi apabila diartikan secara harfiah, demokrasi memiliki arti sebagai "kekuasaan rakyat".
Jadi di dalam sebuah negara, rakyat adalah pemegang saham yang memiliki hak satu suara untuk masing-masing warga negaranya.
Di dalam suatu perusahaan, pemegang saham sebesar / sekecil apapun sahamnya memiliki hak untuk mengeluarkan suaranya. Demikian pula dengan sebuah negara, rakyat sebagai pemegang saham-nya memiliki hak satu suara untuk masing-masing warga negaranya.
Di dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, juga dikatakan bahwa : RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) adalah badan kekuasaan tertinggi di dalam sebuah perusahaan. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang (kekuasaan tertinggi) yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.
RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dapat mengangkat atau memberhentikan Dewan Komisaris / Dewan Direksi.
RUPS dapat dilakukan setiap periode tertentu (misal, lima tahun sekali). Hasil keputusan dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dianggap "sah" apabila jumlah kehadiran anggota minimal 2/3 (dua-per-tiga) yang hadir dari total jumlah pemegang saham, atau telah memenuhi batas minimal 'quorum'.
Sesuai dengan perkembangan teknologi, RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dapat juga diselenggarakan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS dapat saling melihat dan mendengar secara langsung dalam satu waktu yang bersamaan, serta dapat berpastisipasi di dalam rapat.
Sehingga dengan perkembangan teknologi yang baru dan serba canggih sekarang ini, walaupun para peserta terpisah pada jarak yang jauh masing-masing, namun dalam waktu yang bersamaan mereka dapat bertemu; asalkan anggota rapat dapat saling melihat dan mendengar secara langsung.
Berdasarkan "Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan" (PSAK), dinyatakan bahwa : suatu kelompok pemegang saham dikatakan memiliki "pengaruh mengendalikan" apabila memiliki > 50 % saham; namun paling tidak suatu kelompok pemegang saham dikatakan memiliki "pengaruh signifikan" apabila memiliki ≥ 20 % saham.
Demikian pula dengan pemegang hak suara di dalam suatu organisasi sistem pemerintahan, dimana para pemegang sahamnya adalah publik yang telah memiliki hak pilih (telah terdaftar di dalam "DPT" : Daftar Pemilih Tetap). Dimana berlaku ketentuan "one man = one vote".
Keputusan dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dianggap "sah" apabila dihadiri oleh minimal 2/3 (dua-per-tiga) jumlah anggota, atau dikatakan telah mencapai / memenuhi batas minimal 'quorum'.
Suatu kelompok pemegang saham di dalam suatu organisasi "publik", dikatakan telah memiliki "pengaruh mengendalikan" apabila memiliki 50 % + 1 dari jumlah hak suara yang ada; dan suatu kelompok pemegang saham di dalam suatu organisasi "publik", dikatakan telah memiliki "pengaruh signifikan" apabila memiliki ≥ 20 % dari jumlah hak suara yang ada.
Berikut akan dijelaskan "Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan" (PSAK) mengenai porsi kepemilikan saham yang lebih lengkap, antara lain :
1. "Pengaruh Mengendalikan".
Suatu kelompok pemegang saham dikatakan telah memiliki "pengaruh mengendalikan" apabila telah memiliki > 50 % saham.
2. "Pengaruh pengendalian bersama".
Suatu kelompok pemegang saham dikatakan telah memiliki "pengaruh mengendalikan bersama" apabila telah memiliki 50 % saham.
3. "Pengaruh Signifikan".
Suatu kelompok pemegang saham dikatakan telah memiliki "pengaruh (yang) signifikan" apabila telah memiliki ≥ 20 % saham.
4. "Tidak memiliki pengaruh signifikan".
Suatu kelompok pemegang saham dikatakan "tidak memiliki pengaruh (yang) signifikan" apabila (hanya) memiliki < 20 % saham.
Demikian pula dengan organisasi "publik", "hasil rekapitulasi penghitungan suara" dan "penetapan hasil penghitungan suara" dilakukan oleh suatu kelembagaan / lembaga yang dibentuk oleh hukum perundang-undangan untuk memberikan "legitimasi" terhadap peserta (bakal calon pemimpin) pada "pemilihan umum".
"Pengaruh mengendalikan" adalah kekuasaan untuk mengendalikan atau mengatur kebijakan dan jalannya operasional pada suatu organisasi "publik".
"Pengaruh pengendalian bersama" adalah persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian atas suatu organisasi "publik". Dan hanya apabila ketika ada keputusan kebijakan yang strategis terhadap jalannya operasional organisasi tersebut, dibutuhkan "konsensus" dari seluruh pihak yang ikut dalam kepemilikan saham organisasi tersebut.
"Pengaruh signifikan" adalah kekuasaan untuk ikut berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan kebijakan yang strategis terhadap jalannya roda operasional organisasi tersebut, tetapi tidak mengendalikan (> 50 %) atau mengendalikan bersama (50 %) atas kebijakan tersebut.
"Tidak memiliki pengaruh signifikan" berarti tidak memiliki kekuasaan atau pengaruh untuk ikut mengendalikan jalannya roda operasional organisasi tersebut, dan tidak ikut berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan kebijakan yang strategis.
Demikianlah pemaparan singkat dari penulis, mengenai aksi demonstrasi mahasiswa di tahun 1998 yang menyebabkan tumbangnya suatu rezim kekuasaan yang telah berkuasa selama 32 tahun; 'tongkat estafet' tampuk kepemimpinan di tanah air; definisi legitimasi kekuasaan; "Musyawarah Anggota" sebagai badan kekuasaan tertinggi di dalam sebuah organisasi; serta Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) mengenai hal : "pengaruh mengendalikan" dan "pengaruh signifikan".
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembacanya untuk menyegarkan kembali kilas-balik periode 1998 sebagai tonggak awal kebangkitan "Reformasi" di negeri kita tercinta.
Akhirul kalam. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penulis,
© Bambu Kuning 158
Langganan:
Postingan (Atom)